Al-Qur’an sebagai Sunduq al-‘Ilm wa al-Ruh

WhatsApp Image 2025 10 28 at 16.43.07 - Al-Qur’an sebagai Sunduq al-‘Ilm wa al-Ruh
(Pesan KH. Muslim Nawawi kepada Para Dosen dan Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta)

Bantul, 27 Oktober 2025— “Mahasiswa IIQ An Nur itu, apa pun program studinya, wajib menguasai al-Qur’an, minimal dalam hal bacaan, baik makharijul ḥuruf maupun tajwidnya. Syukur-syukur jika mampu menghafal 30 juz, terlebih dengan qira’ah sab’ah, atau bahkan memahami makna dan tafsirnya,” dawuh KH. Muslim Nawawi, pengasuh Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Bantul, saat menjadi narasumber dalam halaqah ilmiah bertajuk “Al-Qur’an sebagai Sunduq al-‘Ilm wa al-Ruh”.

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Koordinator Tahfidz dan Tahsin al-Qur’an (TTQ) IIQ An Nur Yogyakarta pada Senin (27/10/2025), bertempat di Aula Lantai 3 Pondok Pesantren An Nur Ngrukem Putra. Turut hadir dalam halaqah ilmiah yang diikuti oleh seluruh mahasiswa baru IIQ An Nur Yogyakarta angkatan 2025 ini Wakil Rektor I Bidang Akademik Dr. H. Munjahid, M.Ag., Koordinator TTQ Bani Idris Hidayanto, M.H., dan dosen Fakultas Ushuluddin sekaligus pengampu tahfidz al-Qur’an di lingkungan IIQ An Nur Yogyakarta, Khoirul Imam, M.Hum.

“IIQ An Nur didirikan sebagai perguruan tinggi bagi para pembelajar al-Qur’an. Dulu, banyak santri An Nur yang setelah lulus Madrasah Aliyah ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi hafalan mereka baru sampai juz 16 atau 20. Sementara itu, di sini belum ada lembaga pendidikan tinggi. Atas dasar itulah IIQ An Nur didirikan, agar santri-santri yang belum khatam hafalannya dapat melanjutkan hafalannya sambil kuliah,” tambah Kiai Muslim.

BACA JUGA:
Menyoal Pendidikan Islam dalam Terang Tafsir Tarbawi
Bagaimana Jika al-Qur’an dan Hadis Ditilik dari Kacamata Poskolonial?
Cahaya Tawadhu dari Ngrukem: In Memoriam KH. ‘Ashim Nawawi
Ekoteologi Mazhab IIQ An Nur Yogyakarta Menggema di Bali
Al-Qur’an sebagai Sumber Segala Ilmu

Kiai Muslim memberikan penekanan khusus bahwa al-Qur’an benar-benar merupakan sumber segala ilmu. Hanya saja, sebagian orang belum percaya diri karena masih samar tentang eksistensi al-Qur’an sebagai sumber utama dari seluruh ilmu pengetahuan. Untuk mempertegas hal ini, Kiai Muslim mengutip maqalah ulama yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah sumber utama ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat:

إِذَا أَرَدْتُمُ العِلْمَ فَانْشُرُوا القُرْآنَ، فَإِنَّ فِيهِ عِلْمَ الأَوَّلِينَ وَالآخِرِينَ

Artinya: “Jika kalian menginginkan ilmu, maka sebarkanlah (pelajarilah dan dalamilah) al-Qur’an, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan yang kemudian.”

“Ilmu apa saja ada dalam al-Qur’an. Hanya saja, untuk menemukannya, kita perlu mempelajarinya secara mendalam melalui berbagai bidang keilmuan. Mengapa sekarang seolah-olah belum ada ilmu yang benar-benar lahir dari al-Qur’an? Mengapa kebanyakan ilmu, terutama ilmu-ilmu modern, justru lahir dari luar al-Qur’an? Itu karena al-Qur’an sedang terkunci. Tugas kalian adalah mencari kunci untuk membukanya,” tutur Kiai Muslim.

Lebih lanjut, Kiai Muslim mewanti-wanti para dosen IIQ An Nur Yogyakarta agar senantiasa mengingat bahwa tugas utama seorang dosen adalah berusaha sekeras mungkin membuka rahasia-rahasia al-Qur’an yang kini masih terkunci, tentu sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.

“Sebab, jika rahasia itu tidak dibuka, umat Islam tidak akan pernah mengetahui keindahan al-Qur’an sebagai sumber ilmu,” tambahnya.

Sebagai contoh, Kiai Muslim menyinggung keindahan al-Qur’an sebagai sumber ilmu sastra. Ia mencontohkan ayat yang berbunyi كُلٌّ فِي فَلَكٍ (artinya: “Masing-masing dari keduanya beredar pada garis edarnya”) yang muncul dalam QS. al-Anbiyaa’ [21]: 33 dan QS. Yaasiin [36]: 40. Menurutnya, secara sastra, susunan kalimat ini sangat indah. Huruf-huruf pertama, kedua, dan ketiga dari depan maupun dari belakang sama, dan di tengahnya terdapat huruf ya’. Dengan demikian, kalimat ini bisa dibaca dari depan maupun dari belakang dengan bentuk yang sama. Pola serupa juga ditemukan dalam ayat lain, رَبَّكَ فَكَبِّرْ dalam QS. al-Muddatsir [74]: 3.

“Kalimat seperti ini tidak muncul secara kebetulan, tetapi memang didesain oleh Allah Swt. agar manusia dapat menimba ilmu sastra dari al-Qur’an. Terlebih, al-Qur’an diturunkan untuk menandingi syair-syair masyarakat Arab kala itu yang sudah sangat tinggi nilai sastranya,” jelas Kiai Muslim.

Keharusan Mencintai al-Qur’an

Menurut Kiai Muslim, untuk dapat membuka rahasia-rahasia ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan rasa senang dan cinta kepada al-Qur’an. Tanpa rasa cinta, seseorang bukan hanya akan kesulitan menemukan ilmu di dalamnya, bahkan membaca al-Qur’an pun akan terasa membosankan.

Untuk menumbuhkan kecintaan tersebut, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Salah satunya, kata Kiai Muslim, ialah membaca buku-buku yang mengisahkan tentang mukjizat al-Qur’an, keistimewaannya, keutamaan ayat-ayatnya, dan berbagai fadilah yang terkandung di dalamnya.

“Jika seseorang sudah mencintai al-Qur’an maka dengan sendirinya ia akan terdorong untuk membacanya, menghafalkannya, mempelajari isinya, dan mengamalkan kandungannya. Inilah puncak dari mencintai al-Qur’an,” tambahnya.

Kiai Muslim kemudian menuturkan kisah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. yang selalu membaca QS. al-Ikhlas dalam setiap rakaat salatnya. Para sahabat yang menjadi makmumnya kemudian mengadukan hal itu kepada Nabi Saw. Beliau pun bersabda agar sahabat tersebut ditanya alasannya. Ketika ditanya, sahabat itu menjawab, “Karena di dalamnya disebutkan sifat Tuhan Yang Maha Pemurah, dan aku senang membacanya dalam salatku.” Setelah mendengar jawaban itu, Nabi Saw. bersabda, “Sampaikanlah kepadanya bahwa Allah menyukainya.”

Dari kisah tersebut, Kiai Muslim menegaskan bahwa mencintai al-Qur’an adalah kewajiban bagi setiap muslim. Terlebih lagi, warisan satu-satunya yang ditinggalkan Rasulullah Saw. hanyalah al-Qur’an. Karena itu, sungguh disayangkan apabila umat Islam tidak mencintai satu-satunya warisan beliau tersebut. Rasulullah Saw., sebagai pewaris al-Qur’an, akan sedih jika kita mengabaikannya atau bersikap acuh terhadapnya, sebagaimana telah diisyaratkan dalam QS. al-Furqan [25]: 30,” ujar Kiai Muslim.

“Kalian semua telah dipilih oleh Allah Swt. untuk menerima warisan terindah ini. Maka, jagalah, rawatlah, dan kukuhkanlah warisan ini dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam kehidupan akademik. Salah satu bentuk merawat al-Qur’an adalah dengan mempelajarinya,” pesan Kiai Muslim.

“Bacalah al-Qur’an dengan lidah yang fasih, pikirkan maknanya dengan akal yang jernih, renungkan isinya dengan hati yang bersih, lalu amalkanlah dengan seluruh anggota badanmu. Inilah inti dari membersamai al-Qur’an,” tambahnya.

Lebih lanjut, Kiai Muslim menegaskan bahwa setiap mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta, apa pun program studinya, wajib membaca tafsir al-Qur’an. Jika mampu, bacalah tafsir berbahasa Arab, namun jika belum, bacalah terjemahan tafsir yang kini banyak tersedia di media digital.

“Sebab, mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta adalah anak-anak yang telah dipilih oleh Allah Swt. secara khusus untuk membuka rahasia-rahasia ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an,” pungkas Kiai Muslim. [MAF].