
Pesantren Kreatif Baitul Kilmah di bawah asuhan sang penulis fenomenal, Aguk Irawan MN mengadakan diskusi umum pada hari Senin, (21/5). Tema yang diusung pada kesempatan kali ini adalah “Puisi, Musik, dan Sufi.” Dengan menghadirkan narasumber Kiai Koeswaidi Syafi’i, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi.
Acara ini dilaksanakan di Baitul Kilmah II (Paten, Sewon, Bantul). Puluhan audien, turut hadir dalam acara diskusi yang sudah dimulai sejak pukul 16.30 dan berakhir ketika adzan maghrib berkumandang. Empat orang diantaranya adalah dari tim buletin Harokati, delegasi dari IIQ An Nur Yogyakarta.
Pada kesempatan itu, Kiai Koeswaidi Syafi’i menyampaikan materi tentang koridor kerohanian manusia secara singkat dan jelas. Jika dalam tema adalah “Puisi, Musik, dan Sufi”, maka beliau membaliknya menjadi “Sufi, Musik, dan Puisi”. Ini karena sufi adalah induk dari musik dan puisi.
“Kalau tadi disebut puisi, musik, dan sufi, saya akan membaliknya menjadi sufi, musik, dan puisi. Karena induk dari ketiga poin ini adalah sufi. Kemudian pengaruhnya terhadap para audien, musik lebih kuat dibanding puisi. Karya seni yang paling berpengaruh itu musik, setelah itu puisi,” tutur Kiai Koeswaidi.
Pertama, yaitu sufi. Menurut Kiai Koeswaidi, “sufi adalah orang yang bersih hati dan perilakunya. Sufi ini menggunakan dua perangkat, yakni hati dan ruh.”
Perangkat pertama, hati. Sufi menggunakan hatinya untuk merasakan kedekatannya dengan Allah swt. Kedua, ruh sufi digunakan untuk menyaksikan keindahan Allah swt, yang terpercik pada segala sesuatu.
“Si Sufi ini, kulakan sifatnya Allah Ta’ala. Kulakan keindahan dan hadzirat-Nya. Maka karena itu, terbentang luas batinnya, melebihi luasnya dunia dan akhirat sekalipun,” tambahnya.
Poin kedua, musik. Musik merupakan hembusan angin keilahian dan hembusan langit keabadian.
“Musik adalah hembusan angin keilahian, hembusan langit keabadian,” tambah Kiai Koeswaidi.
Menurutnya, musik ini berkaitan erat dengan seorang sufi. Ketika seorang sudah mejadi sufi, maka setiap musik yang didengarnya dapat menggetarkan jiwa. Ia tidak lagi memilah musik yang akan didengarnya, karena semua musik sama. Ini untuk menghantarkan cumbu rayu kita kepada Allah swt, Sang Penguasa Jagad Raya.
Agar dapat mencapai posisi tersebut, maka ia harus menyucikan hatinya, yakni dengan melakukan riyadhah yang tidak mudah. Caranya yaitu tidak tertarik dengan selain Allah swt. Seperti yang dilakukan oleh para sufi. Kemudian dimensi musikal dari Allah ini, merupakan perpanjangan dari Kemahaesaan-Nya.
Ketiga,puisi. Pada poin ini perlu diketahui bahwa setiap sufi adalah penyair, sedangkan setiap penyair belum tentu seorang sufi. Ini karena seorang sufi berada di telaga Ilahi. Sehingga orang yang seperti itu indah perilakunya.
Sebelum materinya berakhir, Kiai Koeswaidi mengungkapkan bahwa, “para sufi memiliki musik tersendiri, memiliki tempat rekreasi tersendiri, dan jenis keindahan tersendiri yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Jadi, sufi ini adalah jelmaan dari Kemahaindahan Allah.”
“Jadi para sufi tugasnya adalah bermusik ria, berdendang ria, dan berpuisi ria, menjajakan keindahan Allah Ta’ala kepada apa saja dan siapa saja,” tambahnya. (Fitri, Harokati)