Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur Yogyakarta mengadakan kuliah umum dengan tema “Dinamika Kajian Al-Quran antara Timur dan Barat.” Pada kuliah umum kali ini, Fakultas Ushuluddin menghadirkan narasumber Dr. Phill. Munirul Ikhwan, Lc. MA. Acara tersebut dilaksanakan pada Kamis (25/10/2018) di Auditorium IIQ.
Dr. Munir menjelaskan perkembangan para orientalis mengenai kajiannya terhadap Al-Quran. Menurutnya, orang-orang barat memiliki berbagai pendekatan terhadap kajian al-Quran. Pertama ialah kajian dengan cara memahami teks asli dari Al-Quran itu sendiri (makna asli teks). Kedua yakni dengan penafsiran dari para mufassir.
Beliau menyimpulkan bahwa para orientalis lebih condong pada cara yang kedua. Hal ini karena mayoritas dari mereka melihat pada realitas. Jika mereka menggunakan cara dengan memahami makna teks asli untuk melakukan kajian, maka mereka perlu merekonstruksi ulang sejarah. Tentu saja ini sangatlah rumit, karena memerlukan banyak data yang valid.
Tidak hanya itu, Dr. Munir juga menjelaskan terkait teori yang disuguhkan oleh para orientalis yang membuat kronologis Alquran terlihat seperti sirah nabawi. Kemudian muncul kajian Alquran terbaru di Barat istilah late antique yaitu masa di mana beragam teks antik ditafsirkan dan diubah sehingga manjadi tradisi baru dengan nafas Tauhid.
“Late antique atau kalau kita terjemahkan zaman kuno akhir. Ini adalah masa di mana beragam tradisi dan teks antik karena sebelumnya, itu ditafsir ulang, diubah sehingga menjadi tradisi baru dengan nafas monogeistik (nafas tauhid). Jadi bisa agama, filsafat, sastra,” jelas Dr. Munir.
Hal ini berbicara pada ranah Alquran yang memiliki tiga sifat. Pertama disebut pemain kreatif, maksudnya adalah menafsirkan ulang tradisi sastra dan keagamaan menjadi tradisi Islam. Kedua, dokumen pada zamannya. Ketiga Alquran dikontekstualisasikan, artinya membaca Alquran sebagai teks yang memiliki sejarah.
Menyinggung kepada para kaum muslimin (orang timur), Dr Munir menambahkan jika kajian dikalangan muslim justru membahas ranah teologi dan normatif. Pada kajian al-Quran di kalangan muslim ini memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual.
Kemudian beliau menegaskan bahwa kajian Alquran lebih berkembang di dunia barat daripada Timur. Hal ini dikarenakan sejauh ini kajian Alquran di Barat jauh lebih pesat berkembang karena mereka kaya akan konteks yang merekontruksi sejarah. Keunggulan dari merekonstruksi sejarah ialah mereka dapat menentukan hukum, fatwa, nilai, dan etika dalam memahami teks yang bersinggung waktu turunnya ayat dengan waktu saat ini.
Selain itu orang-orang orientalis memahami Alquran dengan belajar banyak bahasa (selain Bahasa Arab) seperti bahasa Suryani dan Ibrani. Hal ini membuktikan tingkat keseriusan mereka dalam mengkaji Alquran. Maka dengan hal ini kita tidak heran bahwa mereka jauh lebih berkembang dibandingkan kajian Alquran di Timur. (Yugas)