Yogyakarta—Perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) yang sangat pesat akhir-akhir ini bagai pisau bermata dua, khususnya bagi insan akademik, seperti mahasiswa: berkah dan masalah. AI menjadi berkah karena manfaat AI dalam pembelajaran sangat besar. AI dapat membantu mahasiswa belajar dengan cara yang paling efektif, membantu mengakses informasi dan sumber data, mengelola tugas-tugas kampus dengan efisien, membantu dalam menganalisis data atau dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan akademis, meningkatkan keterampilan teknis dan analitis, membantu mengembangkan kreativitas.
Namun demikian, terlalu bergantung kepada AI menjadi problem tersendiri bagi mahasiswa. Penggunaan AI yang berlebihan menyebabkan mahasiswa terlalu bergantung pada AI sehingga hal ini mengurangi kemampuan berpikir kritis dan mandiri. Akses yang luas terhadap data, informasi, dan hasil analisis membuat mahasiswa kesulitan memilah serta menilai mana informasi yang benar dan yang salah, mana yang valid dan yang tidak valid, serta mana yang relevan dan yang tidak relevan. Belum lagi, tantangan-tantangan lain yang bersifat individual, seperti terganggunya mental karena ekspektasi akademi yang kian hari kian meningkat, terus-menerus dituntut update dengan perkembangan AI untuk mampu bersaing dengan temannya, atau stress yang dialami mahasiswa yang tidak punya kecakapan teknologi.
Di titik inilah maka diperlukan bagi mahasiswa untuk memegang erat prinsip-prinsip etika, lebih-lebih bagi mahasiswa di almamater Islam, seperti Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta yang merupakan perguruan tinggi berbasis al-Qur’an dan kepesantrenan. Sebab, AI menyediakan dorongan yang kuat bagi mahasiswa untuk melanggar prinsip-prinsip etik. Plagiarisme dan kecurangan akademis merupakan pelanggaran etik paling umum terjadi di lingkungan kampus. Tidak jarang mahasiswa yang ketahuan melakukan manipulasi konten yang menyesatkan atau tidak akurat, mengaburkan batas antara fakta dan opini, dan lain semacamnya.
Demikian sedikit cuplikan dari pemaparan Prof. Dr. Sigit Purnama, M.Pd. dalam studium generale dengan tajuk “Peran Artificial Intelligence dalam Pendidikan Islam: Peluang, Tantangan, dan Etika” yang digelar oleh Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur Yogyakarta pada Rabu (30/10). Bertempat di Auditorium IIQ An Nur, stadium generale itu dimoderatori oleh Muchammad Mufid, M.Pd.
“Maka, penting bagi kalian yang kuliah di perguruan tinggi Islam berbasis pesantren ini untuk berpegang teguh pada etika dalam menggunakan teknologi AI,” tegas Sigit.
Tujuan digelarnya stadium generale ini adalah untuk membekali mahasiswa baru Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) angkatan 2024–2025 dengan literasi AI. Pertama-tama, agar mereka mengetahui dan punya semangat untuk mengembangkan diri menggunakan AI dalam proses pembelajaran, kemudian mengetahui peluang serta tantangan yang akan dihadapi nantinya dalam pembelajaran berbasis AI. Dan, yang terpenting, adalah apa dan bagaimana etika Islam diteguhkan serta ditegakkan agar kehadiran AI menjadi berkah semata-mata, serta menolak masalah-masalah yang ditimbulkan olehnya.
“Diharapkan dengan adanya stadium generale ini, kalian cerdas dalam mempergunakan AI di satu sisi, namun tetap menjadi mahasiswa yang kritis dan mandiri dalam berpikir, tidak tergantung secara berlebihan kepada AI sehingga daya kreativitas kalian kemudian menjadi lemah,” ujar Dr. Lina, M.Pd., Dekan Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur Yogyakarta, dalam sambutannya. (MAF).