Oleh: Muhammad Jamaludin
Allah menciptakan manusia dari berbagai keberagaman suku, bangsa, ras, dan agama. Perbedaan itu merupakan sebuah rahmat yang diajarkan oleh agama Islam. Dengan adanya perbedaan ini manusia sepakat atas nama kemanusiaan untuk menjunjung tinggi perbedaan dengan toleransi dan humanisme. kita teringkat ketika kasus 212 kala itu yang menjadi titik temu pada surat al-maidah ayat 51 terkait penistaan agama.
Ketika kita mengkaji teori ternyata jauh 14 abad silam ketika ayat ini turun dilatar belakangi oleh sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Abdulah bin Ubay dan Ubadah bin tsamit yang melakukan perjanjian oleh Yahudi bani Qauniqa tetapi kaum Yahudi melakukan pelanggaran perjanjian dan berbalik memerangi Rasulullah SAW. Maka Ubadah bin Tsamit melepaskan diri dari perjanjiannya dan melakukan perlawanan membela Rasulullah dan turunlah ayat ini (Lihat Asbabun Nuzul Imam As-Suyuti, Tahqiq : Syaikh Hafiz Syi’isya halaman 231-232).
Dari kasus diatas kita bisa ambil sedikit pelajaran bahwa Agama Islam selalu menjunjung tinggi persaudaran dan menghargai sebuah perjanjian yang telah dibuat bahkan sesama umat antar agama sekalipun. Sejarah mencatat semua peperangan yang dilakukan oleh Islam bukan semata untuk menguasai kaum lainnya, malainkan satu pembelaan betapa besar harga nyawa seseorang atau nilai humanisme.
Bom surabaya yang di ledakan terjadi di tiga gereja di Surabaya, yaitu Gereja Maria Tak Tercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, danGereja Pantekosta Pusat di Jalan Arjuna (Kompas.com) adalah salah satu contoh penyelewengan dari ajaran agama Islam. Islam mengajarkan bagaimana cara kita menghargai hidup manusia hingga kami teringat sebuah hadist Rasulullah SAW yang di cantumkan di kitab fatul mu’inkarya Ibnu Hajar tentang membela darah seseorang merupakan tindakan yang utama hingga di beri gelar syahid jika seorang itu gugur ketika membelanya.
مَنْ قٌتِلَ دُونَ دَمِهِ اَوْ ماَلِهِ اَو اَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ
“Siapa orang yang dibunuh membela darahnya atau keluarganya atau hartanya maka ia termasuk orang-orang yang mati syahid”
Dari perkataan Rasulullah tersebut kita bisa merenungi betapa tingginya Islam menempatkan orang-orang yang mati membela manusia lain seperti keluarga kita, membela tanah air kita. Ini sebagai satu contoh betapa tingginya Islam menghargai hidup manusia, dan menjunjung hidup damai dengan kebhineka-an. Kami menghimbau bahwa agama Islam tidak mengajarkan merampas hidup seseorang dengan cara memborbardir.
Kalau saja kita mau menganalogikan ketika kita menanam satu buah pohon mangga yang kala itu tiba saat panen hingga terhitung 100 buah misalnya, namun sangat disayangkan ada 2, atau 3 buah itu yang buruk. Maka apakah adil jika kita sebut pohon mangga ini adalah pohon yang berbuah jelek padahal ada 97 buah mangga yang baik.
tentu tidak logis untuk mengadili dengan melihat satu sisi saja. Itulah yang terjadi saat ini, dimana para teror bom itu mengumandangkan takbir maka dengan kasus itu mengecam Islam adalah seorang teroris. Ini sangat tidak adil dengan perbandingan yang demikian adanya. Islam adalah agama Rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam yang dibawa oleh seorang yang berbudi pekerti yang luhur, berjiwa luhur yang tinggi, misi beliau adalah menyempurnakan akhlak bagi pengikutnya. Terutama akhlak sesama manusia.