Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta hadiri kegiatan Forum Perguruan Tinggi Kabupaten Bantul yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bantul pada Selasa (24/09) di Ros-In Hotel, Druwo, Bangunharjo, Sewon, Bantul. Acara ini mengundang puluhan perguruan tinggi se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bekerja sama dengan BAPPEDA Bantul.
Acara diawali dengan sambutan dari Eny Kriswandari, S.E., M.Ec.Dev., Kepala Bidang Riset, Inovasi Daerah, dan Pengendalian BAPPEDA Bantul. Eny menyatakan rasa bahagianya dengan kegiatan tersebut lantaran signifikansinya bagi pembangunan Kabupaten Bantul ke depan.
“Forum perguruan tinggi ini bertujuan untuk mensinergikan unsur-unsur program prioritas pembangunan Kabupaten Bantul dengan program unggulan masing-masing perguruan tinggi,” tukas Eny.
Pembicara utama dalam forum perguruan tinggi tersebut adalah Prof. Setyabudi Indartono M.M., Ph.D. Ia memaparkan makalahnya mengenai urgensi kerja sama pemerintah daerah (Pemda) dengan unsur perguruan tinggi. Budi menyinggung isu strategis Kabupaten Bantul, program prioritas, sampai dengan bentuk dan strategi konkret untuk membangun sinergi antara perguruan tinggi dengan Pemda Bantul.
“Penting dibuat roadmap dan program kerja bersama antara Pemda Bantul dengan masing-masing perguruan tinggi karena program unggulan masing-masing perguruan tinggi tentu memiliki perbedaan satu dengan yang lain,” tegasnya.
Adapun pembicara kedua, Lucitania Risky, S.IP., M.A., memberikan materi tentang internasionalisasi desa wisata di Kabupaten Bantul serta peningkatan kuantitas wisatawan asing di Kabupaten Bantul yang dapat digarap bersama dengan memanfaatkan energi dan sinergi dari multipihak (pentahelix).
“Dalam teori pentahelix, kerja sama dilakukan oleh lima unsur stakeholder, yaitu pemerintah, akademisi, pelaku usaha atau bisnis, media, serta komunitas-komunitas dalam masyarakat,” tukas Lucitania.
LPPM IIQ An Nur Yogyakarta, yang diwakili oleh Nur Aini, S.S., M.A., turut memberikan sumbangsih saran dalam forum tersebut terkait pentingnya aspek komunikasi dalam rangka peningkatan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Komunikasi tersebut, menurutnya, dapat dikombinasikan dengan prinsip-prinsip moderasi beragama, mengingat para wisatawan memiliki latar belakang suku, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda.
“Kita dapat mengadopsi model komunikasi SMCR (source, message channel, and receiver) David Berlo, yang memperhatikan empat indikator moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan (penggunaan bahasa nasional antara pengelola wisata dengan wisatawan), toleransi (sikap saling menghormati dan menghargai antara pengelola wisata dan wisatawan), penerimaan terhadap tradisi (budaya dan tradisi yang menjadi produk wisata), dan anti-kekerasan (etika komunikasi yang baik antara pengelola wisata kepada wisatawan),” ucap Nur Aini. (Nur Aini/MAF).