Lurah Dlingo Beri Gambaran Lokasi KKN ke-21 IIQ An Nur Yogyakarta sebagai Pertimbangan dalam Menyusun Program Kerja

DSC7058 - Lurah Dlingo Beri Gambaran Lokasi KKN ke-21 IIQ An Nur Yogyakarta sebagai Pertimbangan dalam Menyusun Program Kerja
KegiatanPembekalan KKN ke-21 IIQ An Nur Yogyakarta 2024
TempatAuditorium IIQ An Nur Yogyakarta  
Waktu13:00–14:00
PemateriAgus Purnomo
ModeratorBani Idris, M.H.I.
MateriPemaparan Gambaran Lokasi dan Orientasi Program KKN

Yogyakarta—Panitia pembekalan calon peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta angkatan ke-21 tahun 2024 mengundang Lurah Kelurahan Dlingo, Kapanewon Dlingo, Kabupaten Bantul, Agus Purnomo, untuk memberikan bekal kepada para calon peserta KKN yang direncanakan untuk diterjunkan di kelurahan tersebut. Purnomo diminta untuk memberikan materi “Pemaparan Gambaran Lokasi dan Orientasi Program KKN” pada Kamis (28/11) dengan tujuan agar calon peserta KKN memiliki gambaran awal seputar Kelurahan Dlingo yang darinya barangkali dapat mereka jadikan pijakan untuk menyusun program KKN.

Dalam acara yang digelar di gedung Auditorium IIQ An Nur dan dimoderatori oleh Bani Idris, M.H.I. itu, Purnomo mengungkapkan rasa senangnya atas rencana penerjunan mahasiswa KKN IIQ An Nur Yogyakarta ke kelurahan yang ia pimpin. Selanjutnya, ia memberikan gambaran tentang Kelurahan Dlingo.

“Rata-rata masyarakat Dlingo itu Nahdliyin, hanya sedikit yang non-Nahdliyin,” ucap Purnomo yang memahami bahwa program-program yang nantinya bakal diusung oleh mahasiswa KKN tidak terlepas dari bidang keagamaan.

Namun demikian, sebut Purnomo, kebanyakan warga Dlingo masih awam soal agama. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang abangan (beragama Islam, tetapi tidak menjalankan syariat Islam). Jika ditilik dari sisi kesenangan, umumnya orang-orang abangan senang dengan kesenian tradisi, seperti jathilan. Di Dlingo, terdapat perkumpulan jathilan dari sejak tahun 2010.

Peluangnya, meskipun mereka rata-rata awam, namun mereka bersemangat dalam menghadiri acara-acara keagamaan. Sejak tahun 2018, di mana perkumpulan shalawatan mulai tren di Dlingo, warga antusias menghadiri acara-acara shalawatan. Keberadaan perkumpulan Muslimat NU juga dapat jadi peluang bagi mahasiswa KKN untuk membuat beberapa program pemberdayaan wanita, seperti pembelajaran fikih wanita.

“Dari 10 padukuhan, hanya Kebosungu 1 dan Kebosungu 2 yang banyak santrinya. Kelurahan sisanya dapat dikatakan awam, bahkan abangan. Meski begitu, kalau ada pengajian, mereka berangkat. Jadi, sebenarnya mereka punya potensi untuk berubah. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa KKN,” lanjut Purnomo.

Secara geografis, Purnomo mengatakan, Dlingo merupakan Kawasan berbukit-bukit dan sering kekurangan air. Problem air ini teratasi dengan dihadirkannya PDAM yang diambilkan dari sungai. Akan tetapi, jika musim hujan seperti sekarang ini, air sungainya keruh. Oleh sebab itu, Purnomo membuka usaha jual-beli air bersih.

Rata-rata kaum ibu dan para remaja Dlingo kerja di luar kelurahan. Mereka kebanyakan kerja sebagai karyawan pablik. Sedangkan kaum bapak rata-rata bertani dan sebagian membuka usaha mebel. Menurut Purnomo, hal ini termasuk tantangan bagi para mahasiswa KKN karena program KKN umumnya memerlukan mobilisasi warga.

Dlingo, kata Purnomo, merupakan kelurahan dengan beberapa objek wisata yang terkenal. Di antara objek wisata itu adalah Hutan Pinus Pengger, Bukit Panguk Kediwung, Puncak Becici, Grojokan Lepo, Jurang Tembelan, dan lain-lain. Bahkan, lanjut Purnomo, Dlingo sedang mengembangkan objek wisata pertanian. Ini pun juga dapat menjadi acuan bagi mahasiswa KKN untuk menyusun programnya. (MAF).