Yogyakarta—Dalam rangka menyambut Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2024, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Peran Guru di Era Digital: Menginspirasi dan Mempersiapkan Masa Depan” di gedung auditorium kampus pada Selasa (26/11). Sebagai penyaji, diundang narasumber eksternal, Dr. (Cand) M. Risdamuddin, M.Pd., dari Tumbuh Institut Nusa Tenggara Barat (NTB), dan narasumber internal dari dosen Fakultas Tarbiyah IIQ An Nur Yogyakarta, Nindya Rachman Pranajati, M.Pd.
Dalam sambutannya, Intan Purnama, selaku ketua panitia menyampaikan harapan besarnya agar seminar ini menjadi momen penghormatan atas jasa-jasa para guru serta menjadi bahan refleksi bersama mengenai eksistensi guru di era digital di mana tantangan yang harus mereka hadapi makin krusial.
“Kesuksesan acara ini merupakan bukti bahwa semua yang hadir di sini sangat menghormati sosok guru,” ucapnya.
Senada dengan itu, Ketua HMPS PGMI, Hisniyatul Muna Maula, menyatakan bahwa seminar kali ini merupakan bentuk apresiasi dari jasa-jasa serta perjuangan para guru.
“Guru adalah pahlawan bangsa yang terkadang jasanya terlupa. Prodi PGMI adalah salah satu mesin penggerak estafet perjuangan guru ke depannya,” tukas Hisni.
Ahmad Shofiyuddin Ichsan, M.A., M.Pd., sebagai perwakilan Prodi PGMI dan Fakultas Tarbiyah, menyatakan bahwa acara ini sangat penting digelar oleh civitas akademika IIQ An Nur Yogyakarta, lebih-lebih oleh HMPS PGMI, karena sebuah peradaban yang besar muncul dari kekuatan pendidikan yang besar pula, dan besar tidaknya pendidikan tergantung pada satu sosok yang bernama guru.
“Maka, penghormatan sedalam-dalamnya kepada guru di acara Hari Guru Nasional ini sangat vital. Sebab, hanya bangsa yang beradablah yang memberikan penghormatan yang mendalam terhadap eksistensi guru,” terang Shofi.
Risdamuddin menyajikan makalah mengenai tantangan dan peluang bagi guru di era digital. Menurutnya, problem terbesar bagi seorang guru saat ini adalah terlalu fokus pada administrasi pengajaran, bukan pada bagaimana pembelajaran ke anak didik lebih efektif dan inovatif. Problem besar selanjutnya adalah kurang meratanya saluran listrik dan internet di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di daerah 3T (terdalam, terluar, dan tertinggal), dan diperparah juga oleh lemahnya tingkat kesejahteraan guru.
“Maka, solusi yang perlu dilakukan, guru harus terus menjadi fasilitator atas dinamika yang ada dan melingkupi anak didiknya. Dalam konteks era digital, guru harus menjadi pembimbing literasi digital yang cakap. Tidak kalah pentingnya, guru wajib menjadi mitra pendidikan bersama para wali anak didik,” jelasnya.
Sedangkan Nindi menyajikan makalah tentang eksistensi guru di tengah arus disrupsi yang dahsyat dengan hadirnya era digital dan tergantikannya peran manusia oleh mesin. Menurutnya, bagaimana pun disrupsinya kehidupan, peran guru tidak akan pernah tergantikan karena peran guru tidak hanya transfer of knowledge, tetapi juga transfer of velues. Di titik inilah penting bagi para guru senantiasa meng-upgrade dan meng-update keilmuan dan pengalamannya, khususnya kompetensinya mengenai etika digital berbasis karakter dengan berbagai pengembangan program HOTS (higher order thinking skills), dan seterusnya.
“Jika di beberapa perusahaan, para pekerja bekerja berhadapan langsung dengan mesin, guru di sekolah tentu saja berbeda karena ia berhadapan dengan manusia. Maka. perlu adanya seni, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan berbagai hal yang saling berinteraksi satu sama lain. Penguasaan disiplin ilmu di era digital menjadi keharusan bagi guru dengan tetap melibatkan orangtua dan lingkungan sekitar,” tegasnya.
Acara ditutup dengan penyerahan cindera mata untuk kedua narasumber, ramah tamah, dan foto bersama. Acara penutupan lebih meriah karena panitia memberikan surprise kue ulang tahun kepada narasumber kedua (Nindi). (ASHI).