Tim Buletin Harokati yang berada di bawah naungan Pengurus Komisariat IIQ An-Nur Yogyakarta menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD), Harokati Menulis Jilid II, Ahad (13/5). Tema yang diusung yaitu “Sang Jurnalis Dakwah”. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci dengan mengambil hikmah dari sosok peretas peradaban Islam.
Dalam kesempatan kali ini, Tim Buletin Harokati menghadirkan dua narasumber dari pihak Majalah Bangkit. Beliau adalah Fatkhul Anas, S. Pd. I. (Pimred bangkitmedia.com) dan Nur Rokhim, S. Hum (Redaktur Majalah Bangkit dan Peneliti LPTI PM). Kegiatan ini dimulai sejak pukul 09.45 dan dihadiri oleh 26 peserta, yang merupakan mahasiswa IIQ An-Nur dari berbagai jurusan.
Sebagai narasumber, Rokhim berbagi tentang manfaat dari menulis. Manfaat dari menulis yang disampaikannya adalah pertama, menulis itu menyehatkan. Karena dengan terbiasa menulis maka badan menjadi sehat dan pikiran juga fress. Kedua, menulis sebagai sarana mengikat ilmu. Jika ilmu yang dimiliki tidak diikat maka selamanya akan hilang terus. Seperti yang dikatakan sahabat Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”
Ketiga, dengan menulis maka dapat menambah relasi dan jaringan. Keempat, menulis sebagai sarana aktualisasi diri. Manusia pada dasarnya makhluk sosial, sehingga selalu pengen dikenang. Oleh karena itu menulis sebagai bentuk aktualisasi diri.
Kelima, mengasah daya nalar dan kecerdasan seseorang. Rumusnya adalah membaca sama dengan menullis dan menulis sama dengan membaca. Jika seseorang tidak menulis, maka ia akan menjadi apatis. Keenam, menulis sebagi sumber penghasilan.
Beliau juga mengingatkan kepada para peserta yang mayoritas adalah santri untuk terus menulis meneruskan perjuangan para kiai dan tokoh nasionalis. Karena pada masa ini banyak sekali tersebar berita hoax, maka mereka yang tahu akan kebenaran dirasa ikut tanggung jawab untuk membasmi berita-berita tersebut.
“Santri harus ikut berperang kalau tidak dosa betul,” tutur Rokhim.
Oleh karena itu, dengan para santri ikut menulis, maka ia ikut berperang melawan para penyebar berita hoax. Seperti yang dikatakan Nazi, “Kebohongan yang dikabarkan secara terus-menerus akan menjadi kebenaran”.
Sebelum acara berakhir, Rokhim menegaskan bahwa,“Hanya ada dua orang yang akan diingat, yaitu penulis dan yang ditulis. Kalau kita bukan siapa-siapa agar kita dikenal maka harus menulis. (Fitri, Harokati)