
Yogyakarta—Sebanyak 240 tokoh Islam Kota Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan pengurus Forum Silaturahim Imam Masjid dan Mushala (FOSIMA) Kota Bontang, silaturahmi ke Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta pada Jum’at (04/10). Silaturahmi ini dilakukan dalam rangka studi tiru mengenai metode pembelajaran dan tahfidz al-Qur’an yang dikembangkan di IIQ An Nur Yogyakarta.
“Studi tiru pembelajaran dan tahfidz al-Qur’an ke kampus IIQ An Nur ini merupakan salah satu program kami selama di Yogyakarta. Program ini merupakan hasil kerja sama antara pengurus FOSIMA Kota Bontang dengan Pemerintah Kota Bontang,” ucap salah seorang pengurus FOSIMA bernama H. Sobirin.
Acara yang digelar di Aula Pusat Pondok Pesantren An Nur Ngrukem itu disambut secara simbolik oleh Wakil Rektor II IIQ An Nur Yogyakarta, Drs. H. Atmaturida, M.Pd. Ia, dalam sambutannya, berharap pasca-studi tiru ini, ada tindak lanjut yang mengarah pada peningkatan pendidikan al-Qur’an pada generasi muda Kota Bontang.
“Kami siap menanti putra dan putri bapak-bapak FOSIMA untuk menuntut ilmu di Pondok An Nur dan di IIQ An Nur. Dan, kepada perwakilan dari Pemerintah Kota Bontang, kami sarankan untuk mengobarkan semangat menguliahkan secara gratis putra-putri Kota Bontang ke institusi kami, agar nantinya metode pembelajaran al-Qur’an yang berkembang di sini, dapat dikembangkan di Bontang,” tukas Atma.
Sementara, Ketua FOSIMA Kota Bontang, H. Suir Misman, menyatakan bahwa pengurus FOSIMA yang ikut dalam rombongan berasal dari bebagai suku bangsa, seperti Kutai, Melayu, Jawa, Madura, Sasak, dan lain sebagainya. Meski demikian, mereka berbaur dan bersatu di bawah payung FOSIMA untuk memakmurkan masjid dan jamaah.
“Dengan pertemuan ini, kami berharap semoga kami mendapatkan barakahnya para kiai Pondok An Nur,” ujar Suir.
Acara inti, yaitu dialog interaktif tentang metode pembelajaran dan tahfidz al-Qur’an yang dikembangkan di IIQ An Nur Yogyakarta, menghadirkan KH. Muslim Nawawi sebagai penyaji tunggal. Pertama-tama, ia menekankan bahwa setiap muslim wajib menghapalkan al-Qur’an.
“Ayah saya [Almaghfurlah KH. Nawawi Abdul Aziz] dawuh bahwa setiap orang Islam wajib hukumnya menghapalkan al-Qur’an. Tentu saja, tidak harus 30 juz, melainkan semampunya. Jadi, meskipun bapak-bapak FOSIMA sekarang sudah berumur, tidak apa-apa, mulai sekarang niatkan untuk menghapal al-Qur’an, semampunya,” dawuh Kiai Muslim.
“Bapak saya dulu sama seperti panjengenan semua, yaitu pengelola masjid. Beliau tidak ada niatan membangun pondok ini. Pondok ini berdiri berkat berkahnya masjid,” tambah Kiai Muslim.
Menurut Kiai Muslim, metode apa pun boleh dipakai untuk menghapalkan al-Qur’an. Intinya adalah bahwa tiap-tiap muslim harus memiliki niat di dalam hatinya untuk menghapalkan al-Qur’an.
KH. Muslim bersama pengurus FOSIMA yang merupakan alumni Pondok Pesantren An Nur Ngrukem
Perlu diketahui, metode pembelajaran dan tahfidz al-Qur’an yang dikembangkan oleh IIQ An Nur Yogyakarta sama seperti yang dikembangkan oleh Pesantren An Nur Ngrukem karena rata-rata mahasiswa IIQ An Nur merupakan santri aktif di Pesantren An Nur Ngrukem. Untuk mengetahui secara prinsipil metode menghapal al-Qur’an di Pesantren An Nur Ngrukem, dapat dibaca di sini.
Kiai Muslim mewanti-wanti agar bagaimana pun caranya, kita harus selalu dekat dengan al-Qur’an. Sebab, menurutnya, orang yang dekat dengan al-Qur’an pasti akan jadi orang mulia.
“Jangankan manusia, kertas yang tidak sakral saja, ketika di atasnya ditulis ayat al-Qur’an, jadilah ia barang sakral yang wajib dimuliakan. Bulan Ramadhan dulunya tidak termasuk bulan mulia. Allah Swt. berfirman, inna ‘iddatasy syuhuuri ‘indallaahitsnaa ‘asyara syahran…minhaa arba’atun hurum. Yang disebut arba’atun hurum dalam ayat ini bulan apa saja? Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Tidak ada Ramadhan. Namun, karena al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan, yaitu tanggal 17, malam Nuzulul Qur’an, jadilah Ramadhan itu Sayyidusy Syuhr, Rajanya Bulan,” tegas Kiai Muslim. (MAF).