Yogyakarta—Untuk kita mendapatkan cinta dari Allah Swt., salah satu caranya adalah dengan mencintai firman-Nya, yakni al-Qur’an. Sebab, di dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan bahwa ada seorang sahabat yang selalu mengakhiri bacaan shalatnya dengan QS. al-Ikhlash. Sahabat lain menceritakan kejanggalan itu kepada Nabi Muhammad Saw. Beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya mengapa ia melakukan itu.” Ketika ditanya, sahabat itu menjawab, “Karena di dalamnya disebutkan sifat Allah Yang Maha Pemurah, dan aku suka membacanya di dalam shalatku.” Setelah jawaban itu disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., beliau bersabda: “Sampaikanlah kepadanya bahwa Allah mencintainya.”
Cara memunculkan rasa cinta kepada al-Qur’an adalah dengan mengetahui keindahannya, dan cara untuk mengetahui keindahannya adalah dengan membacanya secara istikamah, memahami kata-katanya, merenungi maknanya, menikmati gaya bahasanya, mendengarkan suara-suara indah yang melantunkannya, dan mengetahui rahasia keistimewaannya. Keindahan al-Qur’an bagaikan besaran gunung es: di lihat dari permukaan, memang tampak hanya sepucuk es yang indah dipandang. Namun, apabila kita menyelam ke dalam lautan, gunung itu bertambah besar, terus kita menyelam semakin dalam, gunung itu kian bertambah besar, dan ketika kita sampai di dasar lautan, kita tahu bahwa gunung itu sungguh sangatlah besar.
Keindahan al-Qur’an teramat banyak. Tidak ada satu pun orang yang mengetahui seluruh rahasia keindahannya yang hampir sebagian besar tersembunyi, dan hanya diketahui oleh orang-orang khusus yang mencintainya. Kita mungkin bisa menyebutkannya beberapa saja. Pertama, al-Qur’an memiliki keindahan pada permainan kata-katanya. Contohnya adalah ربّك فكبّر. Lihatlah kalimat ini, huruf pertama dari depan dan pertama dari belakang sama-sama ra’, huruf kedua dari depan dan dari belakang sama-sama ba’, huruf ketiga dari depan dan dari belakang sama-sama kaf, dan ketiga jalinan huruf itu dibatasi oleh huruf fa’ sebagai pusat. Oleh karenanya, kalimat ini bisa dibaca baik dari depan maupun dari belakang. Contoh lainnya adalah kalimat كلّ في فلك.
Kedua, al-Qur’an memiliki rima (berupa pengulangan bunyi baik di akhir kalimat maupun di dalam kalimat yang bersebelahan), dan ini dapat ditemukan di semua surah. Rima-rima itu makin diperindah oleh kehadiran irama (pergantian tinggi dan rendah, lembut dan keras, serta panjang dan pendek). Contohnya adalah kalimat أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَ (QS. Huud [11]: 48). Kalau pelafalan dari kalimat ini kita tuliskan, dengan tujuan untuk melihat rima yang terkandung di dalamnya, maka akan kita dapatkan sembilan huruf mim, dengan irama tiga panjang dan enam pendek, sehingga membuat indah didengarkan.
Ketiga, tata letak kalimat dalam mushaf al-Qur’an ternyata memenuhi prinsip simetri. Misalnya, kalimat نَفْعًا وَلَا ضَرًّا ada di tiga tempat, yaitu QS. al-A’raaf [7]: 188, QS. ar-Ra’d [13]: 16, QS. Saba’ [34]: 42. Sementara, kalimat kebalikannya, ضَرًّا وَّلَا نَفۡعًا, ada di empat tempat, yaitu QS. al-Maa’idah [5]: 76, QS. Yunus [10]: 49, QS. al-Furqaan [25]: 2, dan QS. Thaahaa [20]: 89. Uniknya, semua kalimat نَفْعًا وَلَا ضَرًّا ada di halaman genap, sedangkan semua kalimat ضَرًّا وَّلَا نَفۡعًا ada di halaman ganjil.
Demikian sekelumit dari apa yang disampaikan oleh KH. Muslim Nawawi saat acara Halaqah Ilmiah “Menumbuhkan Kecintaan terhadap Al Qur’an” pada Rabu (20/11). Acara halaqah ini, yang digelar oleh Tahfidz dan Tahsin Al Qur’an (TTQ) Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta di Aula Al-Ma’had An Nur, Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, merupakan acara TTQ pertama semenjak unit tersebut dikoordinatori oleh Bani Idris Hidayanto, M.H.I. per 15 November 2024.
“Lembaga Tahfidz dan Tahsin Al Qur’an (LTTQ) Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) An Nur Yogyakarta dulu merupakan sebuah lembaga independen. Namun, sejak diturunkannya SK Rektor IIQ An Nur Yogyakarta Nomor 731/AU/IIQ/XI/2024 tentang Restrukturasi Jabatan, LTTQ berubah menjadi unit dengan nama TTQ saja dan berada di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM),” ucap Wakil Rektor 1 IIQ An Nur Yogyakarta, Dr. H. Munjahid, M.Ag., dalam sambutannya di depan audiens halaqah ilmiah yang hampir seluruhnya merupakan mahasiswa semester satu.
“Dengan halaqah ini, semoga kecintaan kita terhadap al-Qur’an semakin bertambah. Amin. Dan, untuk para mahasiswa baru, perlu diketahui bahwa keberadaan TTQ sangat vital bagi institut karena mahasiswa tidak bisa mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) kalau tidak lulus ujian baca-tulis al-Qur’an yang prosedur dan penilaiannya dilakukan oleh TTQ,” tambah Munjahid.
Dalam halaqah itu, yang dimoderatori oleh salah seorang dosen Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur Yogyakarta, Khoirul Imam, M.Hum., Kiai Muslim juga menyampaikan bahwa seseorang tidak akan bisa menghafalkan al-Qur’an kecuali apabila ia sudah mencintainya. Menurutnya, tidak ada syarat khusus bagi para penghafal al-Qur’an. Semua orang bisa menghafalkan al-Qur’an.
“Untuk bisa hafal al-Qur’an, tidak butuh kemampuan yang lebih, hanya butuh kemauan yang lebih. Dan, kemauan ini biasanya dimotivasi oleh rasa cintanya kepada al-Qur’an,” dawuh Kiai Muslim.
“Mencintai al-Qur’an itu harus sepenuh hati, jangan setengah hati, biar kesulitannya dalam menghafalkan tidak setengah mati. Beda dengan mencintai makhluk, jangan sampai sepenuh hati, nanti hanya akan sakit hati, apalagi sepenuh jiwa, nanti bakal sakit jiwa,” tambahnya. (MAF).